Saturday, 19 December 2020

Memory Lane

 A couple of years ago, I'm this blogger who update (quite) regularly. Usually it's random thoughts, book reviews or poetry. I also love to hop from one blog to another. I followed some infamous blogger too. Sometimes I read across this interesting blogger and I started following them. One of them is Naomi Neo. Her old blog is pretty much still here. I remember one of her writing after a bad broken heart she went through. The title of her writing is 'The People Who Care Enough Will Show it to You' the introduction felt like a pang to me :
"I kinda grew up believing that everyone's nice and I always choose to see the good in people instead of their shortcomings - I tend to find reasons or rather excuses for them whenever they disappoint me. Like if someone decides to only text me after 2 days of disappearing, I'd convince myself they were just busy. Or when someone tries to manipulate me into thinking I've done something wrong when they were they ones who clearly made a mistake, I'd lie to myself that perhaps they are right."
Y same *sighs*. I tend to think positively towards people and I look the other way on whether they deserve it or not. 
"Took me a lot of regrets and mistakes to finally realise I've to stop making excuses for thembecause the people who care enough will show it to you." 

The last few months of 2020 seemed like they wanna wake  me up to that one simple dang fact. Because as harsh as it might be, some people do not deserve that kind of 'positive thinking' for you. If anything, they might take advantage of them and only use you as their doormatt. Okay, some people went through A LOT. Sometimes all they wanna do is just minimizing their social interaction for a while. Including with you, and that's fine. They might wanna clear up their mind a little. That, we should pay respect to, yes. 

However, we should draw the line between 'taking some time off' and 'deliberately ghosting people', the second one doesn't worth your time. Personally, I never ask much. I just want a clear answer when I text 'Hey are you alright'? Perhaps something like 'No. I need some time alone.' Believe you me, people who think I might get mad or think negatively about them because of that are not those whom I want to call 'friends'. 

Yes, I said that. My 'friends' know perfectly well that I hate being ghosted. They know that if I want some time alone, I will tell them that I'm busy/ unwell. Why? Because they're my friends and I respect their feelings. Being ghosted sucks. People can get very, very upset (to put it mildly) because of being ghosted. So for the love of God, do be so kind as to tell your friends that you want to be alone. Guess what? They don't think you're owing them anything, but don't you think they deserve an answer when they ask about how are you doing? 

If you don't think so, then let's agree to disagree, shall we? Because right now I just want to sit back, relax and enjoy what I have. And I am not responsible to anyone's mental well being. 



2020 Achievement

Usually at the end of the year I'd write long list on what I've achieved in that year and then another long list of what I wanna achieve. However, this year my list of  'achievements' are : 

1. Staying alive
2. Being able to help people along the way

Alhamdulillah, thanks be to Allah 



The Joy of Medsos

Barusan aja ada ribut-ribut di linimasa twitter saya soal anak yang marah-marah karena merasa privasinya dalam bermedsos diganggu. Anak ini punya akun twitter, dimana dia merasa itu adalah zona nyamannya. Nggak ada yang salah punya zona nyaman. Beneran deh, siapa yang nggak kepengen punya ruang untuk bebas berekspersi? Dimana kita bisa ngapain aja tanpa khawatir di-judge macem-macem. Mau jungkir balik ya silakan... tapi sayangnya, anak ini salah memilih zona nyamannya. Bukannya pakai buku diary berkunci atau menggunakan alias di twitter, dia malah membuat akun twitter dengan nama asli. Dan yang dia ekspresikan itu bukan sekedar tebakan receh, lelucon bapak2 atau meme yaoming yang aga nyeleneh ... ini nyerempet2 hal yang agak saru. 

Saat ini pembaca blog saya sih masih terbatas, tapi kalau nanti ada anak < 18 tahun yang baca, tolong tanyain baik-baik ke ortu/guru ya hal-hal saru itu kayak apa, dan jangan diikuti oke? Nah lanjut ... 

Ternyata ada yang screenshot twit2nya dan mengirim ke ibunya. Anak perempuan ini ngamuk-ngamuk sama si tukang ngadu. Dia mempost tangkapan layar chat dari ibunya dan ... tadinya saya mengira dia bakal post voice not ibunya yang nyanyi heavy metal kayak Aggretsuko kalau marahnya udah seubun-ubun ... 


Atau minimal ibunya ngirim video kode kayak ini *glek*. Ibunya 'cuma' minta anak itu cepat pulang sebelum ayahnya tahu, karena ibunya mau bicara, ibunya juga menanyakan apa uang yang diberikan ayah & ibunya selama ini kurang. Haduh ... kerasa banget ibunya sedih, kecewa & bingung melihat anaknya yang seperti orang lain di twitter. 

Anak ini jadi trending karena warganet yang komentar dibagi menjadi 2 kubu : 
1. Menyalahkan si anak yang 'mencari zona bebas berekspresi' tapi yang dieskpresikan itu hal-hal nyeleneh dan menggunakan identitas asli 
2. Membela si anak karena harusnya orangtua memberikan zona privais buat anak-anaknya

Kalau saya pribadi, saya setuju sama nomer 1. Media sosial itu bukan tempat yang tepat buat membongkar semua aib. Kenapa? Karena bisa dilihat semua orang dan jejak digital itu nggak akan hilang. Waktu zaman bbm dulu mulai ada status aja, orang yang tanpa sengaja menyalakan fitur 'now listening' dan kemudian menonton video 'minus-minus' & terupdate di statusnya, bisa kena 'pinalti' berupa discreenshot (dengan screen muncher yang ada bunyi 'kraukk'-nya) terus disebar kemana-mana. 

Apalagi sekarang? Zaman yang makin hari makin membuat saya merasa kayak di novel 1984-nya George Orwell. Diawasi terus oleh pengikut 'Bung Besar'. Dunia sosmed sudah nggak seperti dulu lagi, dimana saya khusus membuat akun twitter supaya bisa follow berita tentang orangutan di orangutan.org atau membuat akun facebook supaya bisa main game Pet Society. Sekarang, Twitter adalah wadah buat baku jempol dan kadang merebet jadi baku hantam di dunia nyata. Begitu juga dengan Facebook. Udah nggak keitung orang yang saya 'mute' karena makin hari statusnya makin bikin gerah. 

Harusnya kita lebih hati-hati. Untuk kasus si mbaknya, kalau dia mau mengunggah status-status saru dengan 'aman', lebih baik pakai akun anonim. Kecuali dia bikin masalah yang mengarah ke pengancaman kemanan orang lain atau bahkan negara... orang nggak akan repot-repot melaporkan ke Cybercrime POLRI kok. Paling cuma dikomentari 'wong edan' lalu dianggap sepi. 

Belajar dari yang dulu-dulu, sejak orang mulai suka persekusi keblunderan orang lain di medsos, seharusnya kita bisa tahu kalau memposting hal-hal nyeleneh dengan identitas asli itu beresiko tinggi. Jangankan hal-hal yang nyeleneh lah ... kita bikin status opini aja kadang bisa dibikin blunder sama orang lain. Apalagi kalau kita punya nama di medsos. Selebgram/twit lah istilahnya. Begitu diblunderkan, langsung jadi trending topic seindonesia raya. Ingat salah satu adegan di The Raid 2 dimana Iko Uwais 'ngumpet' di kamar mandi penjara dan di depan pintu sudah menunggu sekumpulan NAPI berbadan ala pemain Smackdown yang menggedor pintu dengan ganas sambil siap-siap mempermak si Iko jadi orek tempe? Kira-kira begitu rasanya ketika kamu blunder atau diblunderkan oleh orang-orang. 


Saya nggak pernah suka namanya persekusi baik digital atau di dunia nyata. Meskipun maksudnya baik, tapi maksud baiknya nggak tersampaikan karena yang dipersekusi keburu gondok duluan. Misalkan orang lagi nyetir mundur, mau nabrak tiang listrik terus mobilnya digedor-gedor sama puluhan orang terus dimaki-maki karena hampir nabrak tiang listrik, apa 'maksud baik'-nya bakalan nyampe? Yang ada kalau dia nggak semaput di mobil ya dia bakalan panik ngebut nabrakin itu orang-orang. 

Tapi ya ... itulah salah satu 'the joy of medsos' sekarang. Kalau nggak ribut seharii aja kayaknya ada yang kurang. Karena memblokir medsos bisa memancing protes orang-orang seindonesia raya, saat ini yang bisa kita lakukan adalah berhati-hati (banget) dalam bermain medsos.



Saturday, 22 August 2020

Berburu Pernak-pernik di Adele Babarsari


Dulu waktu aku kecil & masih tinggal di Jakarta, aku dan teman-temanku suka banget berburu alat tulis lucu di Pasar Tebet. Ada satu toko yang jadi favorit kami karena terdapat benda-benda unyu di setiap sudutnya. Waktu lagi tren tukar-tukaran kertas file atau organizer, kayaknya setiap kali kami beli dari toko itu, pasti besoknya banyak yang mau tukeran. Saking bagusnya, kadang sayang banget kalau mau nulis di kertas itu :)) pasti ditaruh di deretan paling belakang & nggak boleh digunain. 

Yang nggak bisa aku lupain sampe sekarang adalah rasa bahagia menelusuri lorong-lorong sempit, senengnya pas ketemu pulpen unik atau buku diary dengan gembok bentuk hati + kunci dan kejutan waktu kita mendapatkan benda yang nggak disangka-sangka. Niat mau beli kertas file lucu bisa berakhir dengan seplastik penuh benda-benda yang belum tentu terpakai. Bodo amatlah, yang penting lucu :)) 

Hari ini aku mencari peniti + tuspin polos. Awalnya aku nyari di beberapa marketplace online dan nyaris kalap melihat model tuspin macem-macem dan peniti warna-warni :)) sayangnya aku nggak perlu banyak dan ongkirnya kadang malah lebih mahal. Akhirnya karena hari ini aku ada waktu luang, aku mampir ke Adele Babarsari. 

Karena aku tau ini toko asesoris yang super-lengkap & aku nggak mau sampe kalap borong-borong, aku udah menetapkan budget buat belanjarku hari itu. Pokoknya nggak boleh lebih dari sekian lah. Soalnya begitu aku masuk ... di sisi kiri langsung disambut lebih dari dua rak berisi bros, peniti, jarum pentul dan tuspin lucu. Huwaaa pengen beli semua! Untungnya aku nggak begitu suka yang ada bling-blingnya, ... jadi bisa mempersempit pencarianku. 

Adele Jogja Buka Jam Berapa - Adele Hello Someone Like You

Kurang lebih tokonya kayak gini 

oh iya tempat ini juga menjual barang-barang shabby chic murah meriah. Jadi buat yang niat mau ganti suasana kamar / kostan tapi tetap on budget, tempat ini sangat aku rekomendasikan. 

Adele, Ruko Rafflesia Babarsari Square Kav 3B-7, Jalan Babarsari ...

Yang surprise adalah ketika aku menemukan eye mask yang ada isi gel-nya. Udah lama banget aku nyari eye mask kayak gitu tapi lagi-lagi di toko online pasti ongkirnya membuat galau. Aku langsung beli & mencoba mencelupkan gel-nya di air panas sebelum kupakai buat mengompres mataku. Rasanya nyaman bangeeett ... my tired eyes are happy! :P 

Adele Babarsari juga menjual alat-alat make up (kuas, beauty blender, bulu mata palsu, lem bulu mata palsu, dll) , botol kecil untuk travelling, dll dengan harga yang lebih murah dari toko asesoris di mall. Buat yang penasaran ini tempatnya : 

Adele Babarsari
Ruko Rafflesia Babarsari Square Kav 3B-7
Jalan Babarsari, Kledokan, Caturtunggal
 Kec. Depok, Kabupaten Sleman
Daerah Istimewa Yogyakarta 55281

Oh iya di toko ini semua tas & jaket harus dititip. Bukanya jam 10 pagi - 10 malam. 

Tuesday, 18 August 2020

Bobba for lunch

Kemarin aku ngobrol bareng suami & temen kami, soal gaya hidup kami di usia dua puluhan. Aku baru ngeh kalau gaya hidup aku pas baru lulus FK itu sangat sangat nggak sehat. Ironis ya? :)) lulus fakultas kedokteran malah gaya hidupnya berantakan. Pertama, aku tu workaholic dan perfeksionis banget. Sekarang sih alhamdulillah sudah nggak terlalu, thanks to my hubby yang selalu mengingatkan aku kalo nggak semua-muanya itu harus sempurna. Dulu waktu di Jakarta, aku selalu mau menuntaskan pekerjaanku secara cepat dan tepat, juga tentu saja ... perfect. 

Aku sempat magang di Rumah Sakit POLRI Kramat Jati selama hampir dua tahun. Bekerja di bagian forensik, dengan tingkat kejahatan di Jakarta yang tinggi buanget, membuat jam kerjaku nggak karuan. Resminya, jam kerjaku itu dari jam 08.00 - 15.00 tapii setelah itu aku lanjut jaga klinik, sampai jam 8-10 malam tergantung pasienku. Pulang ke rumah bisa sekitar jam 11 malem dan langsung tidur buat menyambut besok paginya. Kadang aku merasa 24 jam sehari itu nggak cukup. 

Nah, selama jam kerja itu pola makanku awut-awutan banget. 

Aku memilih makanan yang cepat didapat dan mengenyangkan. Klinik tempatku jaga dulu terletak di apartemen dan biarpun banyak banget makanan rumahan di dekat sana, tetep aja aku hampir selalu makan junk food. 



Yeap, Lotteria is my diet at that time. Kalau klinik lagi rame dan pengen makan yang cepat selesai, kadang aku cuma makan es krim atau minum kopi susunya aja. Lebih parah lagi kalau aku di rumah sakit dan lagi banyak kerjaan (otopsi, laporan, dll). Siang aku sering memilih buat gak makan siang dan mengganti makan siangku dengan ... 


Bubble tea / bobba. Buatku, minuman / makanan (?) ini praktis. Aku minum segelas aja pasti sudah kenyang banget karena bobba-nya. Belum lagi gerainya cukup banyak dan dekat tempat kerjaku. Jadi kalau males kemana-mana aku tinggal pesan segelas (kadang malah dua gelas, satu kubawa sebagai bekal) buat menu makan siangku. Saking seringnya pesan, mbak-mbak penjaga counter sampai hafal pesananku, kalau nggak milk tea ya taro. 

"Ehh Mbak Dokter. Kayak biasa, Mbak? Taro? Atau Milk tea?" 

Dua tahun hampir setiap hari aku kayak gitu. Duh! Di antara semua pilihan makananku itu, kayanya yang 'mendingan' kalau aku lagi kejebak macet... 



Aku pasti stuck di minimarket macam Lawson atau 7/11 (RIP). Di sana aku bisa makan onigiri isi suwiran ikan, oden, sosis panggang ... walaupun minumnya tinggi gula juga sih, Slurpee / sejenisnya. Biarpun badanku nggak se(ehem) ndut sekarang, tapi nggak tau deh kalau waktu itu kadar gulaku dicek gimana (>_<") makanku mulai agak membaik waktu aku pindah ke luar Jakarta. Pertama, di Makassar. Di sana aku banyak makan ikan karena ikannya murah dan seger-seger :9 aku punya warung ikan langganan di dekat kostanku. Pemilik warungnya orang asli Surabaya dan ramah banget. Aku mulai dikit-dikit memperbaiki pilihan makanku :P

Sekarang sih alhamdulillah udah nggak dan nggak mau juga kayak begitu lagi, hahaha ... inget usia juga :)) metabolisme udah nggak sebagus dulu. Lagipula, tinggal di Yogya juga lebih tenang ... nggak membuatku merasa 24 jam sehari nggak cukup. Selain itu, ternyata perutku udah nggak tahan sama bobba. Terakhir minum malah besoknya perutku bermasalah >_< 

Saturday, 8 August 2020

Snack

Waktu lagi booming-boomingnya snack dari Jepang, mulai dari minimarket, toko online dan jasa titip beli semuanya menawarkan camilan seperti Chocobi, potato stick dan lain-lain. Aku masih bekerja di Jakarta dan temanku adalah salah satu orang yang ikut kerajingan snack-snack semacam itu. Suatu kali, salah seorang petugas dari kedutaan yang sering ditugaskan ke bagian forensik untuk mengurus jenazah WNA berkata ia ditugaskan ke Jepang. Temanku langsung heboh minta dibawakan oleh-oleh Tokyo Banana. Begitu hebohnya sampai dia ngomong berkali-kali dan ketika akhirnya oleh-oleh itu datang, ia memfotonya dari berbagai sudut untuk kemudian diupload ke sosmed. 

Aku penasaran juga melihat dia segitu girangnya dapat Tokyo Banana. Bahkan ketika aku ingin nyicip karena penasaran, dia malah mencibir dan menyalahkanku kenapa tidak ikut titip. Aku kontan ilfil diperlakukan segitu alay-nya. Meskipun setelah itu dia berkata dia hanya bercanda dan menawariku sebuah, aku keburu ilfil duluan. Tapi akhirnya aku mengerti kenapa dia sampai kayak Smeagol mempertahankan cincinnya di Lord of The Ring. 

Saat ini harga sekotak cake rasa pisang itu cukup mahal, dan nggak bisa langsung didapat pula karena mayoritas toko online hanya menyediakan jasa titip beli. Pantesan dia heboh banget upload ke sosmed lengkap dengan tagar sampai lebih dari selusin. Pasti siapapun akan merasa sangat keren kalau dilihat orang sedang ngemil Tokyo Banana. Karena kadang terlepas dari bagaimana rasanya, yang penting adalah kita kelihatan keren saat mengunggah foto makanan tertentu. 

Dulu pernah ada video viral soal anak yang ketahuan pura-pura "mukbang" mie instan super-pedas dari Korea. Ada salah seorang penonton yang memperhatikan detail dari tekstur mie di video itu, yang ternyata adalah mie goreng lokal. Setelah dirundung warganet (ampun deh begitu aja diributkan) anak itu akhirnya melakukan klarifikasi, bahwa ia pura-pura karena ia tidak punya uang untuk membeli mie instan Korea itu. Ya, pada akhirnya memang ada yang berbaik hati membawakan anak itu mie aslinya ... tapi aku sempat heran juga, buat apa pura-pura? 

Soalnya aku udah pernah mencoba mie itu dan menurutku rasanya kurang cocok dengan seleraku. Setelah memasaknya sesuai instruksi tapi rasanya nggak sampai seheboh yang diceritakan di berbagai sosmed, aku jadi penasaran. Apa harus kumodif ya? Akhirnya aku mencoba membeli lagi dan memasaknya dengan cara lain. Kubuat nyemek dengan campuran telur (serasa makan bakmi jawa :P), kugoreng lagi sampai kering ... tapi tetap saja rasanya kurang cocok. It's just not my cup of tea. 

Mungkin mirip denganku yang lemah sama hampir semua jenis kue yang ada gula merahnya. Contohya Lupis, Klepon atau Kue Putu apalagi yang masih panas dan gulanya meleleh *glek!*, tapi menurut orang lain biasa aja. Atau kulit ayam atau buntut lele yang buat orang lain bisa jadi alasan perang kalau sampai direbut, tapi aku yang hampir setiap makan ayam pasti kulitnya kukasih ke suami atau lempeng aja pas ekor lele gorengku dipotek orang karena aku lebih suka kepalanya. 

Yeap, selera memang nggak bisa bohong. Nggak perlu memaksakan diri suka sesuatu demi imej. 

Oh ya, selang beberapa bulan setelah cerita Tokyo Banana itu, Ayah dan Ibuku ikut tur ke Jepang dan pulang membawa berbagai macam snack dari sana. Salah satunya Tokyo Banana. Memang enak sih rasanya. Cake-nya lembut dan krim pisangnya manisnya pas. Ya 6/10 lah nilainya (buatku).  


Sunday, 2 August 2020

Day ... of Twitter Detoxing

Toxic Twitter | Amnesty International Canada

Sudah hari (atau minggu) kesekian saya sign out dari akun microblog saya. Jauh dari ketubiran yang sudah jadi makanan sehari-hari, jauh dari 'Bung besar' dan 'Bung-bung kecil' yang rajin menyortir opini orang-orang untuk kemudian dijadikan bahan perundungan massal, jauh dari logical falacy yang digunakan sebagai senjata orang-orang yang mengaku 'berpikiran terbuka' dan jauh dari hal-hal toxic lainnya yang selama ini secara tidak sadar masuk ke pikiran saya. 

Beberapa akun 'txtdari'-blablabla itu contohnya. Mereka rajin melakukan tangkapan layar pada opini orang-orang tertentu, lalu menjadikannya bahan perundungan buat pengikutnya. Yaa memang belakangan ini mereka menyoret nama penggunanya, tapi sekarang penelusuran Twitter gampang banget digunakan untuk menguntit siapa yang mengirim post itu. Sudah bukan rahasia lagi, tinggal mengcopy-paste kata-kata yang ditulis di tangkapan layar itu dan voila! Dapat nama pengirimnya. Tinggal ditangkap layar lagi lalu disebarkan deh. Tulis saja balasan di akun 'txtdari' itu dan semua orang yang kepo langsung bisa dapat bahan rundungan baru. 

Ya saya setuju kalau fitur tersebut digunakan untuk menolong orang lain, misalkan menolong orang yang diancam / dikuntit / dll. Pernah ada orang yang mau menyebarkan foto telanjang mantan pacarnya di twitter, dia menyebarkan identitas mantan pacarnya tersebut dan warganet (yang waras) beramai-ramai merundung orang itu. Semua melaporkan akun tersebut, juga melakukan tangkapan layar untuk diberikan ke akun kepolisian. Beberapa LSM juga berkata akan mengawal kasus itu untuk melindungi korban jika fotonya beneran tersebar. Kalau untuk itu, oke saya setuju. Tapi kalau untuk merundung opini orang yang sebenarnya tidak berbahaya?

Dulu pernah ada seorang perempuan yang iseng memposting fotonya dengan caption yang mungkin agak cringe buat sebagian orang, tapi buat saya sebenarnya biasa saja. Hey, we all have our own cringey/alay times, no? Tapi dalam hitungan jam, ratusan balasan menyerang perempuan itu. Orang-orang itu niat banget membuka 'jejak digital' lama, menguntit sampai akun media sosial lain dan tentu saja ... bodyshaming habis-habisan. Ketika perempuan itu nggak tahan dan membalas, semakin banyak backlash yang dia dapat. 

Padahal, jujur saja apa yang ditulis perempuan itu tidak membahayakan kok! Ini juga bukan yang pertama kalinya orang yang ingin berbagi positive vibes malah kena rundung. Akhirnya boro-boro mau berdiskusi damai dengan menuliskan opini! Udahlah, saya putuskan untuk rehat sejenak. 

Saya lebih banyak menggunakan instagram dan itupun saya banyak follow akun-akun yang 'adem', antara lain madcatniplalaartworkyesimhotinthis dan banyak lagi akun 'adem' dengan ilustrasi-ilustrasi manis yang siap menyegarkan pikiran saya setiap kali saya buka instagram. Saya juga download Wattpad, Noveltoon dan Storial. Yang saya rasakan? Pikiran saya jadi lebih tenang. Saya jadi bisa lebih fokus dengan keadaan sekitar. Oh ya, saya juga follow akun perempuan-perempuan yang saya sebutkan tadi. And their positive vibes are amazing! Sayang orang-orang yang gemar ketubiran tidak bisa melihatnya :P their loss. 

Mungkin sebagian orang penasaran ya ... kenapa nggak saya blokir atau senyapkan saja orang-orang yang membuat saya kesal di twitter? Mungkin nanti kalau saya niat :P saya akan bebersih akun twitter saya, mute orang-orang yang toxic lalu follow akun-akun adem. Sementara ini ... saya masih nyaman dengan aplikasi-aplikasi baru saya. Biarlah Twitter dengan segala ketubirannya. Saya mau senang-senang dulu, hihihi :) 

Ambis

  Just yesterday another hullabaloo happened in twitter (surprise, surprise). This time it was about an infamous stand-up comedian slash inf...